Wednesday, November 27, 2013
2 komentar

Akrobat ‘Pers Reformasi’ Papua

8:43 AM
Media lokal Papua berebut iklan dari pemerintah daerah. Bisakah media menjalankan fungsi kontrolnya?

Pers reformasi papua
Sejarah pers di Papua tak pernah lepas dari sejarah kekuatan politik. Awal 1960, de Terlaak menerbitkan mingguan New Guinea Curier, sebagai corong Pemerintah Belanda. Tahun 1961, bersama jatuhnya Irian Barat (Papua saat itu) ke tangan Indonesia, Curier tutup. Semua asetnya diambilalih Keuskupan Jayapura yang kemudian, melalui Yayasan Pers Katolik, menerbitkan de Tifa yang kemudian berganti nama menjadi Tifa Irian dan belakangan (setelah masa reformasi) Tifa Papua.

Tahun 1962, Kepala Perwakilan RI di Papua, Sudjarwo Tjondronegoro merintis terbitnya Tjenderawasih. Sebagaimana Curier, Tjenderawasih juga menjadi corong propaganda – kali ini untuk Pemerintah Indonesia. Nasib harian pertama di Papua ini kembang kempis, bahkan sempat berubah menjadi mingguan. Tahun 1993, mingguan Tjenderawasih dibeli kelompok usaha Jawa Pos, diubah namanya jadi Cenderawasih Pos dan dikembalikan menjadi harian sampai sekarang.

Antara 1966 - 1990, fungsi pers di Papua berkembang dari sekadar corong propaganda menjadi ‘alat pemersatu’. Terbit, misalnya, mingguan Nayak dan Teropong yang dikelola pegawai negeri sipil dari Kanwil Departemen Penerangan di Provinsi Irian Jaya. Masa ini dikenal sebagai masa Pers Pancasila: semua pemberitaan harus mengutamakan persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Isi terbitannya tak sebebas sekarang. Selain diawasi pemerintah, media di Papua saat itu juga diteropong TNI.

Pada akhir periode ini, muncul Kabar dari Kampung (KdK) yang dimotori George Junus Aditjondro. Menurut bekas wartawan KdK, Krist Ansaka, dua mingguan ini mengusung ‘jurnalisme-fakta’ yang menganyam fakta-fakta dari lapangan, lalu membungkusnya seolah-olah bersentuhan dengan Pancasila dan keutuhan negara. Belakangan, siasat KdK juga ditiru Tifa Irian. “Wartawan masa itu bisa dikategorikan sebagai jurnalis yang ulet, teliti, punya prinsip dan sadar jika karya mereka untuk kemanusiaan,” kata Krist.

Masa reformasi, yang ditandai pencabutan aturan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), sampai juga ke Papua. Sejumlah penggiat lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Forum Kerja sama LSM Papua menerbitkan Jujur Bicara (Jubi). Isi pemberitaan duamingguan ini lebih bersifat advokasi dalam isu sumber daya alam dan masyarakat adat. Narasumbernya lebih banyak warga akar rumput. “Hanya saja kami belum konsisten ke arah itu karena teman-teman wartawan umumnya masih baru. Perlu waktu,” kata Pemimpin Redaksi Jubi, Victor Mambor. Gaya penulisan tabloid ini memperkaya khasanah jurnalistik di Papua, dan belakangan juga mempengaruhi Tifa Papua dan Cenderawasih Pos.

Selain Jubi, terbit puluhan media lain. Sejak reformasi, Papua tercatat memiliki 57 media cetak, terdiri dari 21 harian dan 36 mingguan. Khusus di Kota Jayapura, ada 12 media cetak yang masih bertahan sampai sekarang, yakni Cenderawasih Pos, Papua Pos, Pasific Pos, Bisnis Papua, Papua Times, Bintang Papua (harian), serta Jubi, Suara Perempuan Papua, Deteksi Pos, Tifa Papua, Boda Post, dan Papua Expres (mingguan).

Sebagian media lain rontok di tengah jalan karena pelbagai sebab. Permodalan cekak, sumberdaya manusia terbatas, dan daya baca masyarakat yang masih rendah merupakan beberapa penyebab. Selain itu, patut juga disebut soal penjualan iklan yang terbatas. Sebagain besar iklan datang dari kalangan pemerintah. Selama ini, iklan ucapan selamat (atas pelantikan ini dan itu) dari birokrasi lebih dominan ketimbang iklan dari dunia usaha.

Sementara itu, pemasukan dari penjualan koran juga minim. Miskinnya infrastruktur di Papua ikut menghambat jaringan pemasaran, sehingga surat kabar sulit tersebar sampai ke pelosok. Distribusi koran terbatas pada pasar lokal tempat media terbit. Pengiriman ke daerah lain, menggunakan kapal laut atau pesawat udara, sangat makan ongkos, dengan jadwal tak menentu pula. Tak jarang, koran Jayapura tiba di kabupaten lain dalam keadaan basi – karena baru sampai sehari kemudian.

Agar dapat bertahan, pengelola media cetak di Papua, termasuk Jayapura, mesti pintar-pintar ‘main akrobat’. Salah satu siasat yang sedang model belakangan ini adalah menjalin ikatan kontrak kerja sama halaman dengan pemerintah daerah. Melalui kontrak ini, media memperoleh pemasukan iklan, sedangkan ‘pelanggan’ (pemerintah daerah) mendapatkan ‘halaman pemberitaan’.

Meskipun tak 100 persen persis, kerja sama ini mirip advertorial. Dalam halaman tersebut koran menulis berita-berita yang ‘mendukung’ pemerintah daerah, dapat berupa liputan kisah sukses pembangunan, laporan kegiatan gubernur atau perjalanan kepala dinas. Bisa pula diisi komentar tokoh masyarakat, asal isinya positif. “Halaman ini penting untuk menyebarkan informasi pembangunan,” kata John Upessy, Kepala Bidang Pelayanan Pers Badan Informasi dan Komunikasi Daerah (Bikda) Provinsi Papua. Dengan kontrak semacam itu, pemerintah daerah dapat memastikan tak ada berita positif yang terlewat.

Jika yang positif mendapatkan kapling khusus, bagaimana dengan berita ‘negatif’, apakah masih boleh nongol? “Kami tak pernah mendikte,” John, “asal tak berada dalam halaman kerja sama silahkan saja.” John menjamin tak ada ancaman pemutusan kontrak, sekalipun berita yang menyudutkan itu, misalnya, tak sesuai fakta. “Tidak. Tak ada pemutusan kontrak. Kita jalan terus, biasa saja. Paling kita gunakan hak jawab sesuai Undang-Undang Pers,” katanya.

Pendeknya, lanjut John seperti ingin memberi jaminan, “Tak ada intervensi.” Bahkan berita di halaman kontrak pun, pemerintah daerah tak pernah mengatur. “Fleksibel saja,” katanya, “Malah tak harus penuh satu halaman. Kadang hanya satu atau dua judul saja.”

Menurut John, Pemda bukan hanya berkepentingan menyiarkan berita pembangunan, tapi juga ingin membantu perusahaan pers. “Ini semacam bantuan,” katanya terus terang, “Tapi agar tak begitu saja diterima, dibuatlah semacam kerja sama.”

Gagasan ini muncul tahun 2002 ketika Gubernur menggelar temu konsultasi dengan para wartawan untuk mencari ‘titik temu’. Setahun kemudian, pemerintah provinsi merintis kontrak kerja sama dengan Cenderawasih Pos dan Papua Pos. Sejak itu, kerja sama terus diperluas. Saat ini, Pemerintah Provinsi Papua telah mengikat enam dari 12 media cetak yang beredar di Jayapura, yakni Cenderawasih Pos, Pasific Pos, Papua Pos, Bisnis Papua, Deteksi Pos Papua, dan Suara Perempuan Papua. “Semula tujuh media, tapi Tifa Papua mundur karena tak bisa memenuhi target,” kata John.

Pemred Jubi Victor mengoreksi keterangan John dengan menyatakan bahwa sejak awal, para pendiri Jubi sepakat untuk tak menerima dana APBD, APBN, perusahaan perusak lingkungan atau pelanggar HAM. “Jadi kami tak melakukan kontrak kerja sama halaman dengan pemerintah,” katanya. Sejauh ini, Jubi terbit dengan oplah 1.500 eks, separuhnya dibagikan gratis kepada komunitas basis LSM, sisanya dilepas ke pasar. “Untuk ongkos operasional dan gaji, kami mengandalkan lembaga donor,” tambah Victor.

Untuk keperluan kontrak kerja sama halaman, Bikda Papua membelanjakan lebih dari Rp 500 juta per tahun, selama dua tahun terakhir. Rinciannya Rp 445 juta untuk empat harian dan Rp 48 juta untuk dua mingguan. Tahun 2009, John belum bisa memastikan apakah kontrak semacam ini akan dilanjutkan. “Akan ada perubahan struktur dan Bikda Papua bakal dilebur ke lembaga lain,” katanya.

Diteruskan atau tidak, kerja sama seperti itu telah ‘mewabah’ – bukan hanya digelar oleh pemerintah provinsi tapi juga pemerintah kabupaten, baik di Papua maupun Papua Barat. Koran terbesar di Papua, Cenderawasih Pos, misalnya, kini berhasil mengikat kerja sama dengan enam kabupaten, yakni Yahukimo, Biak Numfor, Supiori, Jayapura, Sarmi, dan Boven Digul. “Kontraknya per tahun, tapi pembayarannya per semester,” kata Lucky Ireeuw, Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos.

Lucky mengaku nilai kontrak kerja sama berkisar antara Rp 300 juta – Rp 500 juta, per kabupaten per tahun. Jika kita hitung dari tarif yang paling murah saja, dengan mengikat enam kontrak, Cenderawasih akan menjala pemasukan iklan Rp 1,8 miliar setahun, atau Rp 150 juta sebulan — sebuah jumlah yang sangat lumayan, untuk membantu biaya cetak.

Halaman kerja sama dirancang dalam format yang persis sama dengan halaman berita. Pada Cenderawasih, hanya halaman kerja sama dengan pemerintah provinsi yang diberi banner Kerja sama Dengan Badan Informasi Dan Komunikasi Daerah (Bikda) Provinsi Papua”. Yang lain nyaris tanpa keterangan apa-apa, kecuali nama-halaman seperti Radar Supiori atau paling banter Radar Sarmi: Menuju Kabupaten Sarmi Yang Mandiri Yang Bermartabat. Seolah-olah halaman tersebut merupakan halaman ‘netral’, meskipun isinya hanya “puji-pujian” dan “buka-tutup acara” dari pemerintah daerah yang mengontraknya.

Lucky mengakui halaman kontrak seharusnya diberi tanda advetorial atau sejenisnya. Tapi ia menilai, tanpa keterangan itu pun pembaca sudah mahfum, karena “Tak ada ‘berita-kasus’ di halaman tersebut,” katanya. Lucky menjamin tak ada unsur kesengajaan dari pihaknya untuk mengaburkan halaman kerja sama itu. “Kami yakin pembaca tak merasa dikelabui” katanya.

Di luar halaman kerja sama, Lucky mengaku Cenderawasih Pos tetap kritis – atau dalam bahasa Lucy “Tetap memberitakan kasus-kasus”. Ia memberi contoh, pemberitaan kasus korupsi Rp 40 milyar yang diduga dilakukan Bupati Supiori yang ditulis Cenderawasih selama tiga hari berturut-turut. “Meskipun kami menulis korupsi, sampai saat ini tak ada ancaman pemutusan kontrak kerja sama,” kata Lucky. Ia yakin, asal ‘berita-kasus’ ditulis secara lengkap, berimbang dan tak menyalahi kode etik jurnalistik, mestinya tak ada masalah.

Menurut Lucky sejauh ini redaksi tak pernah menerima campur tangan pihak manapun, baik internal manajemen Cenderawasih maupun dari pemasang iklan. “Pimpinan hanya mewanti-wanti, jika ada pemberitaan yang mengarah ke kasus agar diberitakan secara lengkap. Artinya, harus ada konfirmasi dari pihak yang jadi obyek pemberitaan. Hanya itu, tak ada larangan memberitakan ini itu,” katanya.

Lucky menegaskan Cenderawasih Pos diterbitkan PT Cenderawasih Arena Intim Press merupakan media umum. “Ini bukan perusahaan pemerintah tau menerima subsidi dari pemerintah. Kami menghidupi karyawan dari hasil penjualan koran dan iklan. Media ini memainkan fungsi sebagai kontrol pemerintah dengan berita yang lengkap dan balance, sambil terus berusaha bisa jalan secara bisnis,” katanya.

Namun analisis isi menunjukkan halaman media cetak di Jayapura lebih banyak disita oleh penyataan pejabat dan acara seremonial. Berita yang menggunakan warga sebagai narasumber jarang muncul, kecuali dalam berita kecelakaan atau kriminalitas. Terbitan Cenderawasih Pos edisi Jumat, 13 Mei 2009, misalnya. Dari 44 judul berita lokal Papua (di luar halaman olahraga, berita nasional dan internasional), ada 35 judul berita yang narasumbernya para pejabat pemerintah. Sembilan lainnya berasal dari petinggi lainnya, seperti kejaksaan, kepolisian dan pelbagai instansi lain.

Lucky berkilah banyaknya narasumber dari kalangan pemerintahan itu karena kebiasaan bukan kesengajaan. “Kita akui informasi dari masyarakat masih kurang. Tapi ini bukan disengaja atau karena ada permintaan tertentu. Ini mungkin kebiasaan karena merekalah narasumber yang sering diwawancara,” katanya.

Namun Victor Mambor mengaku banyaknya narasumber dari kalangan pemerintah ini menunjukkan keberpihakan. “Kalau mau jujur, independesi media di Papua belum ada, karena rata-rata isinya lebih berpihak pada yang berkuasa,” katanya. Pendapat senada disampaikan Pemimpin Harian Papua Pos, Leo Siahaan. “Banyak media muncul di Papua hanya untuk kepentingan yang memimpin,” katanya. Akibatnya, sikap kritis jarang muncul. ‘Berita kasus’ atau ‘berita miring’ hanya ditulis jika kasusnya sudah muncul lebih dulu, telah diketahui publik atau telah ditangani para penyidik.

Kebiasaan terpaku pada narasumber pejabat, boleh jadi juga didorong oleh sistem ‘target’ yang ditetapkan pengelola media. Di Cenderawasih Pos, misalnya, tiap wartawan diwajibkan menyetor tiga judul berita setiap hari. Jika lebih, akan ada catatan prestasi, dan itu berarti ‘bonus’. Sejumlah media malah memberi upah berdasarkan jumlah setoran berita. Tiap berita nilainya Rp 5.000-Rp 7.500. “Saya tak menerima gaji tetap,” kata seorang wartawan Pasific Pos, “Tapi dihitung dari setoran berita yang masuk per bulan.” Pengakuan yang sama juga diberikan oleh salah satu wartawan Papua Pos dan Papua Times.

Akibat sistem kejar setoran ini, sikap kritis jadi tumpul. Wartawan cenderung memungut berita pada lembaga pemerintahan, yang pejabatnya lebih mudah bicara dan tempatnya lebih gampang dijangkau, ketimbang memburu berita langsung kepada masyarakat di pedesaan. “Berita apa pun yang kami tulis, asal narasumbernya jelas dan tidak mengarah ke kasus, pasti dimuat. Soalnya, pasti aman, tak akan ada tuntutan hukum,” kata salah wartawan harian Papua Times. 


Sumber:

Wajah Retak Media: Kumpulan Laporan Penelusuran
© AJI Indonesia
Cetakan Pertama. Mei 2009
Diterbitkan oleh.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
Jl. Kembang Raya No.6 Kwitang-Senen
Jakarta Pusat 10420 – Indonesia
Tel. +62 21 3151214, Fax. +62 21 3151261
www.ajiindonesia.org


Tentang Penulis:

CUNDING LEVI

Bernama lengkap Syamsuddin Levi, menyelesaikan studi strata satu di Universitas Cenderawasih di Jayapura, Papua pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di tahun 2001.

Pria kelahiran Jayapura, 3 Januari 1973 ini, pertama kali mengenal dunia wartawan pada Tabloid Jubi di Papua sejak Januari 1999 hingga September 2003.

Lalu Juli 2004 hingga saat ini, menjadi salah satu redaktur pelaksana Tabloid Suara Perempuan Papua di Papua. Ia juga salah satu kontributor Tempo News Room untuk wilayah Papua mengisi berita-berita dari Papua di Tempo Interaktif, Koran Tempo, dan Majalah Tempo.

Selain menjadi wartawan juga menjabat Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Jayapura untuk periode tahun 2006 hingga tahun 2009. Salah satu penulis dalam buku berjudul “Memahami Pemicu Konflik Perintis Solusi Damai di Papua” yang diterbitkan Tim Forum Kerjasama (Foker) LSM Papua tahun 2002.


Di tahun 2003, bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Jayapura, ikut menulis buku berjudul “Sekelumit Wajah Pers di Papua”. Ikut bersama para pengurus dan anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Jayapura menjadi salah satu kontributor untuk penulisan buku yang berjudul “Kesejahteraan dan Kompetensi, Sebuah Riset Tentang Kondisi Kelayakan Profesi Wartawan di Papua”.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
    Bismillahirrahmanirrahim.
    AHLI SPRITUAL, ANTI GAGAL DALAM MELAKSANAKAN RITUAL ISLAMI BIDANG PESUGIHAN ISLAM DAN ILMU PENGOBATAN PROSES CEPAT KATEGORI RITUAL ISLAMI AKY SADEWA
    KARTU KREDIT (CreditCard)
    KARTU ATM GHAIB
    UANG BALIK ISLAMI
    PENGASIHAN KARIR
    DANA GHAIB ISLAMI
    TUYUL PUTIH ISLAMI
    TRANFER JANIN ISLAMI
    KAWIN DENGAN JIN ISLAM
    MINYAK PELET BATU SASAR
    RITUAL ANGKA TOGEL PUTIH
    PENGOBATAN SANTET HITAM
    PELET AMPUH ISLAMI PEMIKAT HATI
    JIMAT PELARIS UNTUK USAHA DAGANG
    PENGOBATAN SEGALA MACAM PENYAKIT
    "GARANSI UANG KEMBALI BILA TIDAK TERBUKTI" SELAMAT KEPADA PEMOHON PESUGIHAN ISLAMI YANG SUDAH BERHASIL HARI INI.
    UNTUK KONSULTASI KLIK DISINI WEBSITE AKY SADEWA




    KESAKSIAN MEMBER JUMAT 25 AGUSTUS 2017
    ==========================================
    SAYA BERNAMA MUH.RIDWAN ASAL KAB. SAROLANGUN, JAMBI
    ADA YANG INGIN SAYA CERITAKAN TENTANG PESUGIHAN ISLAMI, DISINI SAYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA MEMANG BENAR ADA AHLI PESUGIHAN ISLAMI, SAYA SUDAH MENCOBA KEBENARANNYA, DAN SUDAH MERASAKAN MANFAATNYA, SAYA DIBANTU OLEH SEOARANG AHLI PESUGIHAN ISLAMI BERNAMA AKY SADEWA, SAYA MEMINTA UNTUK DIBERIKAN DANA GHAIB TANPA TUMBAL APAPUN, DAN TERNYATA AKY TIDAK MAIN-MAIN DENGAN UCAPANNYA, SETELAH SAYA DIRITUALKAN, DAN MENUNGGU PROSES SELAMA 2 JAM, ALLHAMDULILLAH, UANG ITU BERHASIL SAYA DAPATKAN, 2JAM DANANYA LANGSUNG CAIR, SAYA BETUL2 TIDAK MENYANGKA KALAU PESUGIHAN DANA GHAIB ITU NYATA.
    TERIMA KASIH KY SEMOGA KEBAIKAN AKY PADA KELUARGA SAYA DI BALAS ALLAH SWT.
    BUTUH INFO LEBIH LANJUT KLIK DISINI









    YANG PUNYA ROOM SALAM SEJATERA (-WASSALAM-)

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
    Bismillahirrahmanirrahim.
    AHLI SPRITUAL, ANTI GAGAL DALAM MELAKSANAKAN RITUAL ISLAMI BIDANG PESUGIHAN ISLAM DAN ILMU PENGOBATAN PROSES CEPAT KATEGORI RITUAL ISLAMI AKY SADEWA
    KARTU KREDIT (CreditCard)
    KARTU ATM GHAIB
    UANG BALIK ISLAMI
    PENGASIHAN KARIR
    DANA GHAIB ISLAMI
    TUYUL PUTIH ISLAMI
    TRANFER JANIN ISLAMI
    KAWIN DENGAN JIN ISLAM
    MINYAK PELET BATU SASAR
    RITUAL ANGKA TOGEL PUTIH
    PENGOBATAN SANTET HITAM
    PELET AMPUH ISLAMI PEMIKAT HATI
    JIMAT PELARIS UNTUK USAHA DAGANG
    PENGOBATAN SEGALA MACAM PENYAKIT
    "GARANSI UANG KEMBALI BILA TIDAK TERBUKTI" SELAMAT KEPADA PEMOHON PESUGIHAN ISLAMI YANG SUDAH BERHASIL HARI INI.
    UNTUK KONSULTASI KLIK DISINI WEBSITE AKY SADEWA




    KESAKSIAN MEMBER JUMAT 25 AGUSTUS 2017
    ==========================================
    SAYA BERNAMA MUH.RIDWAN ASAL KAB. SAROLANGUN, JAMBI
    ADA YANG INGIN SAYA CERITAKAN TENTANG PESUGIHAN ISLAMI, DISINI SAYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA MEMANG BENAR ADA AHLI PESUGIHAN ISLAMI, SAYA SUDAH MENCOBA KEBENARANNYA, DAN SUDAH MERASAKAN MANFAATNYA, SAYA DIBANTU OLEH SEOARANG AHLI PESUGIHAN ISLAMI BERNAMA AKY SADEWA, SAYA MEMINTA UNTUK DIBERIKAN DANA GHAIB TANPA TUMBAL APAPUN, DAN TERNYATA AKY TIDAK MAIN-MAIN DENGAN UCAPANNYA, SETELAH SAYA DIRITUALKAN, DAN MENUNGGU PROSES SELAMA 2 JAM, ALLHAMDULILLAH, UANG ITU BERHASIL SAYA DAPATKAN, 2JAM DANANYA LANGSUNG CAIR, SAYA BETUL2 TIDAK MENYANGKA KALAU PESUGIHAN DANA GHAIB ITU NYATA.
    TERIMA KASIH KY SEMOGA KEBAIKAN AKY PADA KELUARGA SAYA DI BALAS ALLAH SWT.
    BUTUH INFO LEBIH LANJUT KLIK DISINI









    YANG PUNYA ROOM SALAM SEJATERA (-WASSALAM-)

    ReplyDelete

 
Toggle Footer
Top